The Role of Vitamin E in Immune System and Respiratory Infection Disease
The Role of Vitamin E in
Immune System and Respiratory Infection Disease
M. Sadli Umasangaji1, Rosi
Rose Ina S1, Viska Amalia Pradini1,
Dyah Aulia Hapsari1, Kunthi
Sanid1
1Prodi Profesi Dietisien Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang,
ABSTRAK
Vitamin
E merupakan golongan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin E dalam makanan
banyak ditemukan pada minyak nabati dan kacang-kacangan seperti minyak kedelai,
biji bunga matahari, kapas, jagung, kenari, kelapa sawit, kanola, zaitun,
alpukat, gandum dan lain – lain. Pencarian artikel pada studi ini dilakukan
pada halaman pencarian Google Scholar, Proquest,
PubMed. Dengan kriteria inklusi antara lain tahun terbit 10 tahun terakhir
(2011-2021), bahasa yang digunakan bahasa indonesia dan bahasa inggris, jenis
literatur atau artikel full text dan
penelitian asli, fokus literatur mengenai vitamin E, imunitas, dan ISPA, jenis
literature original artikel (tersedia full text), jenis studi yang digunakan
adalah deskriptif dan eksperimental. Artikel penelitian dilakukan pemeriksaan
kembali dengan melihat artikel berupa literatur mengenai vitamin E, imunitas,
dan infeksi saluran pernapasan dengan hasil pencarian awal berjumlah 8064
artikel dan hasil pencarian artikel yang sesuai ketentuan adalah 3 artikel. Peranan vitamin
E
sebagai antioksidan menjadikan vitamin E sebagai peningkatan
dalam imunitas dan supresi
imun yang mempengaruhi mediasi sel T dan respon imun adaptif.
Kata Kunci: Vitamin E,
Sistem Imun, Infeksi Saluran Pernapasan
PENDAHULUAN
Vitamin
merupakan salah satu zat gizi yang memiliki peranan penting dalam tubuh
manusia. Vitamin ialah nutrien organic yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh
sehingga harus dipasok dari makanan (Triana
maulidyah, linda sayuna, 2006)
Dalam
perkembangannya, vitamin terbagi atas 2 yaitu vitamin larut air dan vitamin
larut lemak. Vitamin larut lemak terdiri atas 4 yaitu vitamin A, D, E dan K.
Keempat vitamin ini memiliki peranan penting tertentu di tubuh manusia. Sebagian
besar vitamin larut lemak diabsorbsi bersama lipida lain. Absorbsi membutuhkan
cairan empedu dan pankreas. Vitamin larut lemak diangkut ke hati melalui sistem
limfe sebagai bagian dari lipoprotein, disimpan di berbagai jaringan tubuh dan
biasanya dikeluarkan melalui urin(Rahayu,
Fahrini, & Setiawan, 2019).
Vitamin
E merupakan vitamin yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga
kebutuhan vitamin E harus dipenuhi dari luar tubuh yaitu dari sumber bahan
makanan dan suplemen Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam
lemak dan memiliki potensi sebagai antioksidan. Selain itu juga vitamin E sudah
terbukti dapat meningkatkan respons sistem kekebalan pada hewan dan manusia
serta meningkatkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit menular (Istyanto
& Maghfiroh, 2021).
Vitamin
E dalam makanan banyak ditemukan pada minyak nabati dan kacang-kacangan seperti
minyak kedelai, biji bunga matahari, kapas, jagung, kenari, kelapa sawit,
kanola, zaitun, alpukat, gandum dan lain – lain (Lee
& Han, 2018).
METODE
Pencarian artikel pada studi ini dilakukan pada halaman
pencarian Google Scholar, Proquest,
PubMed. Dengan kriteria inklusi antara lain tahun terbit 10 tahun terakhir
(2011-2021), bahasa yang digunakan bahasa indonesia dan bahasa inggris, jenis
literatur atau artikel full text dan
penelitian asli, fokus literatur mengenai vitamin E, imunitas, dan ISPA, jenis
literature original artikel (tersedia full text), jenis studi yang digunakan
adalah deskriptif dan eksperimental. Sedangkan kriteria ekslusi antara lain artikel
dengan Systematic review, dan jenis
studi yang digunakan adalah non eksperimental.
HASIL
Artikel
yang diperoleh saat pencarian sumber referensi dari database yang digunakan
yaitu google scholar, proquest dan pubmed. Hasil pencarian artikel yang telah
ditemukan sesuai dengan kata pencarian “The
Role of Vitamin E in Immune System and Respiratory Infection Disease” untuk
proquest dan pubmed, sedangakan “Peran Vitamin E dalam Sistem Imun dan Penyakit
Infeksi Pernapasan” untuk Google Scholar. Dengan hasil dapat dilihat pada tabel
1 dibawah ini :
Tabel
1. Jumlah Artikel yang Telah Ditemukan
Database
yang Digunakan |
Jumlah
Artikel yang
Ditemukan |
Artikel
yang Akan Dilakukan Skrining Kembali |
Artikel yang Tidak Sesuai |
Google Scholar |
8050 artikel |
3 artikel |
5
artikel |
Proquest |
0
artikel |
0
artikel |
0
artikel |
Pubmed |
14 artikel |
0 artikel |
14
artikel |
Total |
8064 artikel |
3 artikel |
15
artikel |
Memetakan Data Pencarian
Artikel
Secara
sistematis berikut disajikan langkah-langkah pencarian artikel dalam penyusunan
penelitian berbasis studi literatur menggunakan Literature review seperti bagan 1
dibawah ini :
Bagan 1. Diagram Flow Hasil Pencarian Artikel Secara Secara Sistematik
Berdasarkan pencarian artikel menunjukkan beberapa
hasil penelitian yang sesuai kriteria inklusi antara lain:
Tabel 2. Artikel Sesuai
Kriteria Inklusi
No |
Peneliti, Tahun |
Negara |
Desain Penelitian |
Hasil |
1 |
Feri, Amaliah, N, 2021 |
Indonesia |
Literatur review dari berbagai kepustakaan |
Peranan vitamin E sebagai
antioksidan yang melindungi membran sel secara langsung juga menjaga
permeabilitas membran. Terjaganya integritas membran sel dapat menjaga atau
meningkatkan komunikasi sel yang pada akhirnya mempengaruhi produksi sitokin.
Peran vitamin E dalam meningkatkan produksi sitokin. Selain itu peranan vitamin E pada sistem imun
diantaranya dapat meningkatkan proliferasi sel T. |
2 |
Istyanto, F, Maghfiroh, A, 2021 |
Indonesia |
Artikel jenis review yang non sistematis |
Suplement Vitamin E telah dilaporkan dapat
meningkatkan respon humoral. Respons antibodi yang lebih tinggi telah diamati
pada binatang dan manusia. Selain itu vitamin E sudah terbukti dapat
meningkatkan respons sistem kekebalan pada hewan dan manusia serta
meningkatkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit menular. |
3 |
Yani, KTP, Kurnianta, PDM, 2021 |
Indonesia |
Literatur review
dari berbagai kepustakaan |
Aktivitas vitamin
E dalam sistem daya tahan tubuh tidak terlepas dari aktivitas antioksidannya
untuk mencegah radikal bebas masuk ke dalam tubuh. Vitamin E juga berfungsi
untuk menjaga integritas sel membran, memberikan efek antiinflamasi, dan
sebagai imunomodulator. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan kerusakan
fungsi sel yang memediasi sistem imun |
PEMBAHASAN
Vitamin
E dan Imunitas
Vitamin
E atau tokoferol merupakan zat gizi yang penting dan unik. Penting karena
vitamin ini mempunyai sifat antioksidan sehingga zat gizi ini dapat mencegah
atau menghambat terjadi penyakit degenerative. Disebut uni, karena vitamin ini
dimasukkan dalam kelompok vitamin, walaupun sebenarnya tidak mempunyai fungsi
sebagai kofaktor untuk reaksi enzim seperti lazimnya fungsi vitamin umumnya.
(Vivi, 2006).
Sistem
Imun atau sistem kekebalan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk melawan infeksi,
meniadakan kerja toksin dan faktor virulen lainnya yang bersifat antigenik dan
imunogenik. Antigen sendiri adalah suatu bahan atau senyawa yang dapat
merangsang pembentukan antibodi. Antigen dapat berupa protein, lemak,
lipoprotein dan lain-lain. Sementara itu antigenik adalah sifat suatu senyawa
yang mampu merangsang pembentukan antibodi spesifik terhadap senyawa tersebut.
(Budiwetyawati, 2013).
Vitamin E dan Infeksi Saluran Pernapasan
Sistem
pertahanan tubuh yang menurun sehingga mudah terkena infeksi. Timus adalah
salah satu organ limfoid primer yang memproduksi sel T. Kekurangan protein
dapat menyebabkan atrofi timus sehingga
mengganggu produksi sel T. Kekurangan protein
juga dapat mengganggu produksi
antibodi sebagai imunitas humoral.
Kekurangan protein akan disertai
oleh kekurangan vitamin A (Beta Karoten), vitamin E (Alfatokoferol), vitamin
B6, vitamin C (Asam Askorbat), folat, zink, zat besi, tembaga dan selenium. Kekurangan vitamin A mengurangi sekresi IgA dan menghalangi fungsi sel-sel kelenjar
yang mengeluarkan mukus sehingga digantikan oleh sel epitel bersisik dan
kering. Vitamin A, E, dan C merupakan
antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Kekurangan antioksidan dapat
menyebabkan supresi imun yang mempengaruhi mediasi sel T dan respon imun
adaptif (Nurnajiah,
Rusdi, & Desmawati, 2016).
Radikal
bebas dan peroksidasi lipid bersifat
imunosupresif dan karena antioksidannya larut dalam lemak, vitamin E
terbukti secara optimal dapat meningkatkan respon imun. Vitamin E dapat
meningkatkan proliferasi limfosit
sebagai respons terhadap mitogens, produksi IL-2, peningkatan aktivitas sel NK
sitotoksis, dan peningkatan aktivitas fagositik oleh alveolar makrofag, dimana
menyebabkan peningkatan resistensi terhadap agen penanda infeksi. Asupan
vitamin E yang tinggi dapat mempromosikan respon yang dimediasi oleh sitokin
Th1 dan menekan respons Th2. Penelitian (Mulyani,
Angkasa, & Elvandari, 2017) dapat melihat kecenderungan bahwa
rendahnya asupan protein, vitamin C, vitamin E, dan selenium dapat meningkatkan
angka morbiditas yang terlihat dari riwayat penyakit selama 6 bulan terakhir.
Dimana penyakit yang sering diderita adalah diare, demam, dan batuk, terlihat
dari prevalensi selama 6 bulan terakhir. Penyakit ini berhubungan dengan
imunitas atau daya tahan tubuh seseorang. Dengan demikian menjadi perhatian
bagi para ibu balita untuk memberikan asupan gizi yang adekuat dalam
meningkatkan daya tahan tubuh untuk mengurangi angka morbiditas anak.
Bentuk
Vitamin E
Vitamin
E adalah istilah kolektif untuk empat tokoferol (α-, β-, γ-, and δtokoferol)
dan empattokotrienol (α-, β-, γ-, and δtokotrienol) ditemukan dalam makanan.
Bentuk-bentuk ini memiliki aktivitas antioksidan,tetapi tidak dapat diubah, dan
hanya α-tokoferol yang memenuhi kebutuhan vitamin E manusia (Lee
& Han, 2018). Tokoferol dan tokotrienol memiliki
peranan terhadap aktifitas biologis vitamin E.
Sumber
Vitamin E
Vitamin
E dalam sumber makanan mudah ditemukan dalam avokad, minyak kanola, minyak
zaitun, minyak kacang, dan kacang-kacangan (Istyanto
& Maghfiroh, 2021). Vitamin E juga banyak ditemukan pada
minyak biji bunga matahari, biji kapas, jagung, kenari, kedelai, kelapa sawit
dan gandum (Lee
& Han, 2018).
Metabolisme
Vitamin E
Metabolisme α-tokoferol sebagai vitamin E
bergabung dengan metabolisme lemak. Vitamin E membutuhkan asam empedu dan
enzim-enzim pankreas untuk membentuk misel sehingga bisa diserap oleh sel
epitel usus. Setelah itu, vitamin E digabungkan dengan kilomikron kemudian dibawa
ke sistem limfatik dan ke sirkulasi darah. Absorbsi vitamin E di usus diatur
oleh scavenger receptor kelas B tipe 1 (SRB1) dengan mekanisme mirip dengan
penyerapan kolesterol (Gagné,
Wei, Fraser, & Julien, 2009) Vitamin E paling banyak diserap di
enterosit dan masuk ke sirkulasi tubuh melalui sistem limfatik, lalu diabsorbsi
bersama lipid melalui kilomikron (Harlen,
Muchtadi, & Palupi, 2018).
Ketika memasuki sirkulasi darah
kilomikron akan mengalami lisis karena enzim lipoprotein lipase dan membentuk
kilomikron remnant. Akibat lipolisis tersebut vitamin E akan ditransfer ke High
Density Lipoprotein (HDL) untuk dibawa ke sistem sirkulasi. Proses transfer
tersebut akan dipercepat oleh protein transfer fosfolipid. Sisa vitamin E dalam
kilomikron remnant yang tidak digunakan dibawa ke hati oleh sel parenkim untuk
kemudian disimpan sebagai cadangan vitamin E (Gee,
2011). Ketika tubuh memerlukan vitamin E, hati akan mensekresi
α-tokoferol ke plasma melalui Very Low Density Lipoprotein (VLDL).
Efek
Kekurangan dan Kelebihan Vitamin E
Kekurangan vitamin E sangat jarang terjadi pada
orang sehat. Ini hampir selalu dikaitkan dengan penyakit tertentu di mana lemak
tidak dicerna atau diserap dengan baik. Contohnya termasuk penyakit Crohn,
cystic fibrosis, dan penyakit genetik langka tertentu seperti
abetalipoproteinemia dan ataksia dengan defisiensi vitamin E. Vitamin E
membutuhkan beberapa lemak untuk diserap oleh sistem pencernaan.
Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kerusakan
saraf dan otot yang mengakibatkan hilangnya rasa pada lengan dan kaki,
kehilangan kontrol gerakan tubuh, kelemahan otot, dan masalah penglihatan.
Tanda lain dari kekurangan adalah sistem kekebalan yang melemah.
Defisiensi
atau kekurangan vitamin E dapat menimbulkan anemia pada bayi yang baru lahir.
Kebutuhan akan vitamin E meningkat bersamaan dengan semakin besarnya masukan
lemak tak- jenuh ganda. Asupan minyak mineral, keterpaparan terhadap oksigen
(seperti dalam tenda oksigen) atau berbagai penyakit yang menyebabkan tidak
efisiennya penyerapan lemak akan menimbulkan defisiensi vitamin E yang
menimbulkan gejala neurology (Triana
maulidyah, linda sayuna, 2006).
Vitamin
E yang ada secara alami dalam makanan dan minuman tidak berbahaya dan tidak
perlu dibatasi. Namun, dalam bentuk suplemen, vitamin E dosis tinggi dapat
meningkatkan risiko pendarahan (dengan mengurangi kemampuan darah untuk
membentuk gumpalan setelah luka atau cedera) dan pendarahan serius di otak
(dikenal sebagai stroke hemoragik). Karena risiko ini, batas atas untuk orang
dewasa adalah 1.000 mg/hari untuk suplemen vitamin E alami atau sintetis.
Ini
sama dengan 1.500 IU/hari untuk suplemen vitamin E alami dan 1.100 IU/hari
untuk suplemen vitamin E sintetis. Batas atas untuk anak-anak lebih rendah
daripada untuk orang dewasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi
suplemen vitamin E bahkan di bawah batas atas ini dapat menyebabkan bahaya.
Dalam sebuah penelitian, misalnya, pria yang mengonsumsi 400 IU (180 mg)
vitamin E sintetis setiap hari selama beberapa tahun memiliki peningkatan
risiko kanker prostat.
Peran
Vitamin E dalam Imunitas
Vitamin E atau α-tokoferol merupakan vitamin larut lemak. Vitamin ini banyak terdapat dalam
membran eritrosit
dan lipoprotein
plasma. Tokoferol terutama
α-tokoferol telah diketahui
sebagai antioksidan yang mampu
mempertahankan integritas membran sel.
Peranan besar vitamin E sebagai antioksidan
lebih disebabkan karena vitamin E
mempunyai cincin fenol yang mampu memberikan
ion hidrogennya kepada radikal bebas. Di antara
beberapa bentuk vitamin E,
bentuk α-tokoferol lebih efektif
dibandingkan dengan beta, gama dan delta tokoferol. Ion hidrogen dari α- tokoferol sangat efektif dan
cepat bereaksi dengan beberapa radikal
bebas dan menghentikan radikal bebas sebelum merusak
membran sel dan komponen-komponen sel lainnya. Proses vitamin
E sebagai antioksidan dalam menghentikan reaksi berantai melalui beberapa proses, seperti proses inisiasi dan
pengembangan. Proses
inisiasi yaitu
reaksi antara
senyawa lemak seperti PUFA (poli
unsaturated fatty acid) dengan radikal hidroksil kemudian
menghasilkan radikal lipid
(L.). Jika radikal lipid
sudah terbentuk maka akan bereaksi
lagi
dengan molekul oksigen dan
terbentuk radikal peroksil Lipid (LOO). Reaksi
ini dapat terus berlangsung atau seringkali disebut
dengan reaksi berantai jika
tidak dihentikan.
Vitamin E
adalah salah satu
antioksidan yang kuat
untuk menghentikan reaksi
berantai ini, karena vitamin
E banyak terdapat di membran
sel maka
vitamin E mampu
melindungi radikal
bebas yang akan merusak membran sel
yang banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh. Setelah vitamin E bereaksi dengan radikal
bebas maka vitamin
E menjadi
radikal vitamin E
atau
vitamin E teroksidasi, dalam bentuk ini vitamin
E memerlukan
senyawa pereduksi seperti vitamin C dan NADPH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphatase). Sifat vitamin E teroksidasi ini lebih stabil karena elektron yang
tidak berpasangan pada
atom oksigen mengalami
delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik.
Peranan vitamin
E
sebagai antioksidan yang melindungi membran sel secara langsung
juga menjaga permeabilitas membrane. Integritas membran sel ini sangat mempengaruhi fungsi
imunitas terutama sel-sel
imun
utamanya sel T helper dalam berinteraksi dengan antigen presenting cell (APC).
Terjaganya integritas
membran sel dapat menjaga atau meningkatkan komunikasi sel yang
pada akhirnya mempengaruhi produksi sitokin. Peran vitamin E
dalam meningkatkan produksi
sitokin telah banyak dilaporkan,
diantaranya oleh Meydani et al. Selain itu peranan vitamin E pada sistem imun diantaranya dapat
meningkatkan proliferasi sel T. Kekurangan vitamin E umumnya menyerang sistem syaraf,
otot, pembuluh darah dan sistem reproduksi, defisiensi
ini
biasanya terjadi
karena adanya gangguan absorbsi lemak
dan gangguan transpor lipida (Siswanto.2013)
Peran
Vitamin E dalam Infeksi Saluran Pernapasan
Berbagai zat gizi terutama mikronutrien mendukung
sistem kekebalan tubuh. Data statistik menunjukkan bahwa vitamin termasuk
vitamin A,B6, B12, C, D, E, dan folat; mineral termasuk zinc berperan penting mendukung
sistem kekebalan tubuh. Kekurangan atau status suboptimal mikronutrien secara
negatif mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh dan menurunkan resistensi terhadap
infeksi (Subagio & Damayanty, 2021).
Pada imunitas adaptif, vitamin E juga berperan pada
proliferasi sel limfosit T dan meningkatkan
respons antibodi. Aktivitas sel NK juga dikatakan berkurang pada kondisi
vitamin E rendah. Covid-19 seperti kebanyakan infeksi saluran pernapasan akibat
virus, memiliki kecenderungan menginfeksi subjek dengan kondisi imunosupresi,
seperti yang menderita penyakit kronik dan lansia. Meski defisiensi jarang
terjadi, suplementasi vitamin E telah terbukti meningkatkan fungsi sistem imun
tubuh dan mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan dan infeksi beberapa
virus dan bakteri, terutama pada lansia (Febriana, 2021).
KESIMPULAN
Peranan
vitamin
E
sebagai antioksidan yang melindungi membran sel secara langsung
juga menjaga permeabilitas membrane dan Pada imunitas adaptif, vitamin E juga berperan pada
proliferasi sel limfosit T dan meningkatkan
respons antibodi. Aktivitas sel NK juga dikatakan berkurang pada kondisi
vitamin E rendah. Covid-19 seperti kebanyakan infeksi saluran pernapasan akibat
virus, memiliki kecenderungan menginfeksi subjek dengan kondisi imunosupresi,
seperti yang menderita penyakit kronik dan lansia.
DAFTAR
PUSTAKA
Febriana, L. (2021). Potensi Suplemen dalam Tatalaksana
Covid-19. Continuing Medical Education, 48(2), 93–96.
Gagné, A., Wei, S. Q., Fraser, W. D., & Julien, P.
(2009). Absorption, transport, and bioavailability of vitamin e and its role in
pregnant women. Journal of Obstetrics
and Gynaecology Canada : JOGC = Journal d’obstetrique et Gynecologie Du Canada : JOGC, 31(3),
210–217. https://doi.org/10.1016/s1701-2163(16)34118-4
Gee, P. T. (2011). Unleashing the untold and misunderstood
observations on vitamin e. Genes and Nutrition, 6(1), 5–16.
https://doi.org/10.1007/s12263-010-0180-z
Harlen, W. C., Muchtadi, T. R., & Palupi, N. S. (2018).
Bioavailabilitas α-Tokoferol Minuman Emulsi Minyak Sawit dalam Plasma Darah dan
Hati Tikus (Rattus norvegicus). Agritech, 37(3), 352.
https://doi.org/10.22146/agritech.11683
Istyanto, F., & Maghfiroh, A. (2021). Peran Mikronutrisi
Sebagai Upaya Pencegahan Covid-19. Jurnal Ilmiah Permas, 11.
Lee, G. Y., & Han, S. N. (2018). The role of vitamin E in
immunity. Nutrients, 10(11), 1–18.
https://doi.org/10.3390/nu10111614
Mulyani, E. Y., Angkasa, D., & Elvandari, M. (2017). the
Differences Between Protein, Selected Vitamins and Selenium to Morbidity in
Young Children. Prosiding Seminar Nasional Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nurnajiah, M., Rusdi, & Desmawati. (2016). Hubungan
Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 5(1), 250–255.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i1.478
Rahayu, A., Fahrini, Y., & Setiawan, M. I. (2019). Dasar-Dasar
Gizi.
Subagio, A. P., & Damayanty, A. E. (2021). Hubungan
Konsumsi Suplemen Mikronutrien Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal
Ilmiah Maksitek, 6(2). Retrieved from
http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/downloadArticleFile.do?attachType=PDF&id=9987
Triana maulidyah, linda sayuna, lita hadjon. (2006). Macam-Macam Vitamin Dan
Fungsinya Dalam Tubuh Manusia. Jurnal Kesehatan Mayarakat, 1(1),
40–47.
Vitamin E Sebagai Antioksidan. (2012). Media Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan, Vol. 5.
https://doi.org/10.22435/mpk.v5i01Mar.701.
Post a Comment