Senyawa Bioaktif Pada Cah Sawi



Senyawa Bioaktif Pada Cah Sawi
M. Sadli Umasangaji
(Founder Ruang Gizi - Gizisme)











Sawi memiliki banyak varietas, namun yang biasa dibudidayakan di Indonesia antara lain, sawi hijau, sawi putih, dan pakcoy. Bentuk dan ukuran masing-masing varietas berbeda, bahkan umur panen pun berbeda. Umumnya sawi memiliki daun yang lonjong, halus, tidak berkrop, dan tidak berbulu. Di Indonesia, petani hanya mengenal dan biasa membudidayakan 3 jenis sawi yaitu sawi putih, sawi hijau, dan pakcoy. Sawi merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Sayuran sawi yang dikonsumsi, setelah diolah, mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Selain itu memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting bagi kesehatan. (Cahya, Aminah Syarifuddin, Ahmad, 2019).

Pada bidang pertanian dikenal beberapa jenis sawi yaitu sawi putih (Brassica pekinensia L) dan sawi hijau (Brassica juncea L coss). Sawi sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Vitamin yang terkandung dalam Sawi adalah Vitamin A, Vitamin C, Thiamine (Vitamin B1) dan Riboflavin (Vitamin B2). Sedangkan mineral yang terkandung dalam Sawi adalah zat Besi (Fe), Fosfor (P), Kalsium (Ca) dan Natrium (Na). Kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam Sawi adalah Protein, Lemak dan karbohidrat. (Syarif, Milka Flaning, 2013).

Bahan-bahan dalam pembuatan cah sawi diantaranya sawi, bawang putih, bawang merah, minyak goreng dan bumbu lainnya. (Mellyani, 2017). Sayuran yang berwarna hijau merupakan sumber pigmen, mineral, dan vitamin terbaik dan penting bagi kesehatan manusia. Klorofil mampu berfungsi sebagai pembersih alamiah (mendorong terjadinya detoksifikasi); antioksidan, antipenuaan dan antikanker. Karotenoid juga merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Karotenoid dikenal sebagai prekursor vitamin A (beta karoten), dikembangkan sebagai efek protektif melawan sel kanker, penyakit jantung, mengurangi penyakit mata, antioksidan, dan regulator dalam sistem imun tubuh. (Iriyani, dan Pangesti, 2014).



Manfaat Antioksidan dalam Cah Sawi

Kandungan daun sawi hijau diantaranya vitamin A, Vitamin C, dan Flavonoid sebagai antioksidan. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. (Cahya, Aminah Syarifuddin, Ahmad, 2019). Sawi diketahui mengandung glikosida, flavonol dan aglikonnya yang biasanya diistilahkan dengan flavonoid, folat dan isoprenoidnya (karotenoid dan tokoferol) (Ritonga, Yenni Ria, 2013).

Sawi hijau merupakan sayuran hijau yang mengandung berbagai macam zat gizi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh konsumen. Kandungan senyawa fitokimia yaitu khususnya glukosinat didalam sawi hijau berfungsi untuk membantu mencegah dari terserangnya penyakit kanker. Dengan rutin mengkonsumsi ekstrak sawi hijau akan menurunkan resiko terserangnya kanker prostat. (Fadmawati, GAY, Merkuria K, dan Akhmad M, 2019).

Penelitian yang dilakukan Iriyani, dan Pangesti (2014) kandungan klorofil pada Sawi pada beberapa lokasi berbeda. Kandungan klorofil pada sayuran bayam, kangkung, dan sawi antar lokasi, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kandungan klorofil, di dalam sayuran daun merupakan salah satu kriteria penting untuk menentukan kandungan zat gizi sayuran daun. Klorofil diketahui berperan sebagai antioksidan bagi tubuh. Oleh karena itu, kini klorofil diekstrak dan dikonsumsi sebagai suplemen makanan.

Selain itu, Penelitian Iriyani, dan Pangesti (2014) menunjukkan sawi pada penelitian ini memiliki kandungan asam askorbat (vitamin C) tertinggi. Kadar Asam Askorbat pada Sawi (4.546, 1.948, 0.865, 0.866 (μg/g)). Meskipun tidak berbeda nyata dengan kandungan asam askorbat daun bayam dan daun kangkung. Hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil analisis terhadap kadar karotenoid menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara sayuran bayam, kangkung dan sawi. Seperti halnya dengan klorofil, karotenoid juga merupakan kelompok pigmen dan antioksidan yang dapat meredam radikal bebas. Kedua pigmen ini berperan aktif dalam proses fotosintesis.

Antioksidan ialah molekul yang dengan mudah dapat memberikan elektronnya ke molekul radikal bebas sehingga dapat menstabilkan molekul radikal bebas dan mencegah proses oksidasi yang tidak diinginkan dalam sel. Antioksidan dapat diperoleh secara alami yang banyak terdapat dalam tanaman dan juga dapat dibeli, umumnya berupa antioksidan sintetik. Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring bertambahnya pengetahuan tentang radikal bebas. (Walanda, Edi Suryanto, Jemmy Abidjulu, 2016).

Radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, lipid, dan nukleotida. Kerusakan sel-sel tersebut dapat menumpuk selama bertahun-tahun sehingga timbul penyakit-penyakit yang disebabkan karena ketidakmampuan sel untuk tetap hidup dan berfungsi normal. Untuk mencegah efek negatif radikal bebas terhadap tubuh diperlukan senyawa yang disebut antioksidan. Antioksidan memiliki kemampuan memberikan elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas. (Uliani, Ni Nyoman Manik, 2019).

Dalam penelitian Uliani, Ni Nyoman Manik (2019) menunjukkan larutan kontrol memiliki absorbansi yang lebih tinggi dibandingkan larutan sampel. Hal ini disebabkan karena pada larutan kontrol tidak terdapat senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Sawi caisim maupun sawi pakcoy keduanya mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat dilihat dari terjadinya penurunan absorbansi DPPH.

Sawi merupakan salah satu tanaman yang kaya antioksidan flavonoid, indoles, sulforaphane, karoten, lutein dan zeaxanthin. Indoles, terutama di-indolyl-metana (DIM) dan sulforaphane memiliki manfaat nyata dalam melawan prostat, kanker usus, kanker payudara, dan kanker ovarium berdasarkan penghambatan pertumbuhan sel kanker, efek sitotoksik pada sel kanker, daun sawi segar juga kaya akan vitamin C dan vitamin A (Walanda, Edi Suryanto, Jemmy Abidjulu, 2016).

Selain sebagai sumber pigmen, sayuran juga merupakan sumber vitamin C utama disamping buah-buahan. Salah satu fungsi vitamin C adalah sebagai antioksidan. Vitamin C sering ditambahkan pada makanan untuk mencegah perubahan oksidatif, karena vitamin C memiliki daya antioksidan. (Iriyani, dan Pangesti, 2014).

Sawi hijau (Brassica rapa parachinensis L. H. Bailey) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, setelah diolah terlebih dahulu. Salah satu metode pemasakan yang sering digunakan yaitu perebusan. Proses pemasakan menggunakan panas, dapat menimbulkan terjadinya perubahan khususnya terhadap kandungan senyawa fungsional dalam sayuran yang rentan terhadap suhu tinggi seperti vitamin C dan antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola perubahan kandungan vitamin C dan aktivitas antioksidan pada sawi hijau selama perebusan 60 menit pada suhu 70oC, 80oC dan 90oC. Selain itu juga untuk mengetahui perubahan karakteristik fisik pada sawi hijau, yaitu tekstur (hardness) dan warna yang terjadi selama perebusan. Hasil yang didapat terlihat bahwa kandungan vitamin C dan aktivitas antioksidan pada sawi hijau mengalami penurunan sedangkan pada air rebusan mengalami peningkatan seiring dengan semakin lama waktu perebusan pada suhu 70oC, 80oC dan 90oC. Setelah perebusan 2 menit, penurunan kandungan vitamin C mencapai 57,674% pada suhu 70oC, 71,399% pada suhu 80oC dan 66,916% pada suhu 90oC. Penurunan aktivitas antioksidan mencapai 43,085%, 46,331%, dan 50,96% pada ketiga suhu secara berturut-turut. Selama perebusan, tekstur (hardness) daun maupun batang sawi hijau menjadi semakin lunak sedangkan warna sawi hijau semakin gelap, warna hijau semakin menurun, serta warna kuning semakin meningkat seiring dengan semakin tinggi suhu perebusan. (Kristinawati, 2011).

Penelitian Syarif dan Milka Flaning (2013) yang dilakukan pada analisis kuantitatif diperoleh kadar β-karoten pada sampel sawi jenis sawi Hijau yaitu 99,23 mg/100g dan jenis Sawi putih yaitu 40,91 mg/100g, yang dilakukan secara Spektrofotometri UV-Visible. Adanya perbedaan kadar dari jenis sawi Hijau dan jenis sawi putih tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya karena perbedaan jenis dan warna dari kedua jenis tersebut, dan faktor lainnya yaitu kondisi dan iklimnya. β-karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Karatenoid terdapat di dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan oleh klorof. Karoten merupakan provitamin A yang dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A. Vitamin A merupakan satu vitamin yang esensial untuk membantu pertumbuhan, kesehatan mata memelihara jaringan epitel dari keratinasi.

Sedangkan pada bawang putih sebagai bagian bumbu, bawang putih mengandung sekitar 63% air, 28% karbohidrat (fruktans), 2,3% asam komponen organosulfur, 2% protein (alliinase), 1,2% asam amino bebas (arginin), dan 1,5% serat. Bawang putih mengandung tinggi jumlah senyawa g-glutamylcysteines. Senyawa ini bisa dihidrolisis dan teroksidasi untuk membentuk alliin yang terakumulasi selama penyimpanan bawang putih pada suhu dingin. Bawang putih (Allium sativum) telah digunakan di seluruh dunia sebagai obat tradisional selama lebih dari 4.000 tahun untuk mengobati beberapa gangguan seperti arthritis, diabetes, dan penyakit menular (flu, malaria, dan TBC). Selain itu, bawang putih juga bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah, menurunkan kolesterol, mencegah serangan jantung dan kanker, serta menghambat pertumbuhan mikroba. Banyak studi terbaru menunjukkan efek farmakologis dari bawang putih, yaitu sebagai antibakteri, antijamur, hipolipidemik, hipoglikemik, antirombotik, antioksidan, dan antikanker. (Agustina, Funsu Andiarna, Irul Hidayati, 2019).

Di China, bawang putih dikembangkan menjadi bawang hitam dengan proses pemanasan sehingga memiliki aktivitas antioksidan yang kuat baik in vivo maupun in vitro. Aktivitas antioksidan dari bawang hitam dapat dipengaruhi oleh metode pengolahan dan kondisi bawang putih dengan mengontrol suhu dan kadar air. Produk bawang hitam memiliki kandungan tinggi pada polisakarida, mengurangi gula, protein, senyawa fenolik, dan senyawa sulfur. Jumlah polifenol meningkat enam kali lipat dalam kupasan bawang hitam. Selain itu, total polifenol dan jumlah flavonoid bawang hitam meningkat secara signifikan selama proses pemanasan. (Agustina, Funsu Andiarna, Irul Hidayati, 2019).

Dengan demikian dalam pembuatan cah sawi, memiliki beberapa bahan yang memiliki fungsi senyawa bioaktif, seperti sawi sebagai bahan utama dan beberapa yang bersifat bumbu seperti bawang putih. Sawi sebagai bagian atau bahan utama dari makanan Cah Sawi memiliki senyawa bioaktif berupa antioksidan seperti flavonoid, fitokimia, klorofil dan lainnya serta berbagai zat gizi seperti vitamin A dan vitamin C yang memiliki fungsi sebagai antioksidan juga.



Referensi

Agustina, E, Funsu Andiarna, Irul Hidayati, 2019. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bawang Hitam (Black Garlic) dengan Variasi Lama Pemanasan. Al-Kauniyah, Jurnal Biologi, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720.

Cahya, CAD, Aminah S, Ahmad SH, 2019. Efektifitas Ekstrak Etanol Daun Sawi Hijau (Brassica rapa Var. Parachinensis) Sebagai Pelembab Kulit dengan Sediaan Masker Peel-Off. Jurnal Farmasi, e-ISSN: 2655-0814. Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019.

Fadmawati, GAY, Merkuria Karyantina, Akhmad Mustofa, 2019. Karakteristik Fisikokimia Es Krim Dengan Variasi Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dan Sawi Hijau (Brassica rapa var. Parachinensis L.). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 13 No. 1 Juni 2019.

Iriyani, Dwi dan Pangesti Nugrahani, 2014. Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Vitamin C Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Pertanian Periurban di Kota Surabaya. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 15, Nomor 2, September 2014, 84-90.

Kristinawati, Fenny, 2011. Pengaruh Suhu Perebusan Terhadap Kandungan Vitamin C, Aktivitas Antioksidan, Tekstur, dan Warna Pada Sawi Hijau (Brassica rapa parachinensis L. H. Bailey). Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata.

Mellyani, 2017. Cah Sawi Bawang Putih. (Online) https://cookpad.com/id/resep/2590480-cah-sawi-bawang-putih

Ritonga, Yenni Ria, 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Sawi Pahit (Brassica juncea (L.) Czren),Sawi Botol (Brassica rapa L.) dan Kailan(Brassica oleracea L.). Universitas Sumatera Utara.

Syarif, Sukmawati, dan Milka Flaning, 2013. Analisis Kandungan Î’-Karoten Pada Jenis Sawi Putih (Brassica pekinensia L) dan Jenis Sawi Hijau (Brassica Juncea L Coss) Secara Spektrofotometri Uv-Vis. As-Syifaa Vol 05 (01) : Hal. 55-61, Juli 2013. ISSN : 2085-4714.

Uliani, Ni Nyoman Manik, 2019. Perbandingan Daya Antioksidan Sari Sawi Caisim (Brassica rapa Subsp.Parachinensis) dengan Sari Sawi Pakcoy (Brassica rapa Subsp.Chinensis) Secara In Vitro Menggunakan Metode DPPH. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Walanda, WP, Edi Suryanto, Jemmy Abidjulu, 2016. Pengaruh Ekstrak Kasar yang Mengandung Enzim Peroksidase dari Sawi Hijau (Brassica juncea) Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L.). Jurnal Ilmiah Farmasi, Universitas Sam Ratulangi Vol. 5 No. 3 AGUSTUS 2016 ISSN 2302 – 2493.

Tidak ada komentar

Ruang Gizi - Gizisme. Diberdayakan oleh Blogger.