Penggunaan Mikrobiota Untuk Terapi Penyakit


Penggunaan Mikrobiota Untuk Terapi Penyakit

Millennia Rillys Rahmadhani, Elma Natalia Anggraeni, Suhartini, M. Sadli Umasangaji, 
Rosi Rose Ina S, Viska Amalia Pradini 
(Pendidikan Profesi Dietisien Poltekkes Kemenkes Malang)










Latar Belakang

Kehidupan manusia bersimbiosis dengan mikrobiota saluran pencernaan, dimana manusia memberikan makanan dan mikrobiota menguntungkan pada saliran pencernaan memberikan manfaat kesehatan. Dominasi mikroorganisme menguntungkan dalam saluran pencernaan berkontribusi terhadap kesehatan dengan memberi efek perlindungan terhadap invasi oleh bakteri patogen, menstimulir respon imun, membantu pencernaan dan diduga berperan dalam mematangkan sistem syaraf pusat dan tingkah laku. Hasil-hasil penelitian terbaru memperkuat teori mengenai peran penting mikrobiota saluran pencernaan dalam pemeliharaan kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Fisiologi normal manusia tergantung pada sinyal yang diberikan oleh mikrobiota saluran pencernaannya. Komposisi mikrobiota saluran pencernaan juga berkaitan dengan penyakit-penyakit tidak menular seperti diabetes melitus tipe 2, alergi, kanker kolon, penyakit kardiovaskular dan hepatic encephalopathy.



Dominasi mikroorganisme yang menguntung diketahui dapat membantu pencegahan terjadinya panyakit-penyakit tersebut. Hasil-hasil penelitian terbaru juga menunjukkan adanya perbedaan mikrobiota pada saluran pencernaan penderita diabetes dengan bukan penderita, dan terdapat korelasi antara komposisi mikrobiota dengan obesitas. Mikrobiota saluran pencernaan juga diduga mempengaruhi otak dan perilaku dikaitkan dengan kemampuannya dalam memproduksi neurochemicals seperti gamma amino butyric acid (GABA), asetilkholin dan serotonin. Oleh karena itu banyak peneliti yang menganggap bahwa mikrobiota pada saluran pencernaan merupakan suatu organ yang terbentuk setelah bayi lahir. Perkembangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan terjadi secara bertahap dimulai pada saat dilahirkan, dari lingkungan dan dari asupan makanan setelah bayi lahir (Nuraida, L, 2019).



Sejumlah besar mikrobiota yang menghuni sistem pencernaan manusia memiliki peran penting dengan sistem kekebalan tubuh. Mikrobiota ini melaksanakan fungsi penting untuk fisiologi inang. Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 10-100 triliun mikrobiota. Jumlah mikrobioma pada manusia paling banyak terdapat di usus, yaitu sekitar 100 triliun sel-sel mikrobiota yang terdiri dari 1.000 spesies berbeda. Mikrobiota adalah seluruh mikroba yang hidup di tubuh manusia yang terdiri dari bakteri, archae, virus, dan jamur yang pada umumnya hidup di setiap bagian tubuh manusia seperi kulit, vagina, hidung dan mulut. Bakteri pada mikrobioma manusia memiliki peran pada imunitas, nutrisi, dan perkembangan manusia. Di sini ditinjau tentang interaksi antara koloni mikroba dan sistem kekebalan tubuh dan implikasi dari temuan ini bagi kesehatan manusia (Hasibuan, FE, Kolondam, BJ, 2017).



Mikrobiota manusia, yaitu komunitas mikroorganisme yang hidup pada permukaan dan di dalam tubuh manusia, penting untuk fisiologi manusia, perkembangan sistem imun, dan pencernaan. Diperkirakan mikrobiota manusia terdiri dari 100 triliun sel bakteri, lebih besar 10 kali lipat daripada sel manusia dan setara dengan 1-2 kg berat badan. Sekitar 70% mikroorganisme pada manusia berada pada saluran pencernaan dimana kolon dan usus besar merupakan tempat yang paling banyak dihuni oleh mikroorganisme. Mikrobiota saluran pencernaan terdiri dari paling tidak 1000 species dengan lebih dari 3 juta gen (150 kali lebih banyak dari gen manusia). Sepertiga dari mikrobiota saluran pencernaan merupakan mikrobiota yang umum ditemukan pada manusia, sementara dua pertiganya spesifik untuk masing-masing individu, sehingga microbiota saluran pencernaan saat ini dianggap dianggap identik dengan identitas individu seperti halnya sidik jari. Baru-baru ini diketahui tiga enterotype yang berbeda pada mikrobiom manusia dewasa, yaitu kumpulan elemen genomik dari mikrobiota yang spesifik pada saluran pencernaan. Enterotype ini didominasi masing-masing oleh Prevotella, Ruminococcus. Keberadaannya tidak tergantung pada jenis kelamin, umur, kebangsasan dan indeks masa tubuh. Mikrobiota ini stabil sampai usia dewasa ketika mulai terjadi perubahan komposisi mikrobiota (Nuraida, L, 2019).



Mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme yang hidup pada tubuh inang. Sebagian besar mikrobiota adalah bakteri dan saluran cerna merupakan lokasi koloni terbanyak. Sepanjang usia manusia, populasi mikrobiota saluran cerna dapat terus mengalami perubahan. Komposisi mikrobiota juga bervariasi antar individu. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan tersebut di antaranya kolonisasi maternal, asupan, pajanan lingkungan, dan terapi antimikroba. Komposisi mikrobiota yang tidak seimbang dapat memengaruhi kondisi kesehatan. Ketidakseimbangan rasio mikrobiota, berupa penurunan keragaman bakteri protektif dan peningkatan jumlah bakteri patogen dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran cerna, di antaranya inflammatory bowel disease (IBD), irritable bowel syndrome, hingga kanker kolorektal. Sebagian besar mikrobiota saluran cerna terutama mendapatkan makanannya dari asupan oligosakarida. Asupan prebiotik, yaitu oligosakarida tidak tercerna yang bersumber dari buah-buahan dan sayuran tinggi serat membuat kolonisasi mikrobiota makin beragam. Mikrobiota saluran cerna bertugas mengolah karbohidrat tak tercerna dari asupan, hingga berperan pada proses sintesis dan metabolisme zat-zat gizi. Sepanjang manusia hidup, interaksi antara nutrisi dan mikrobiota terus terjadi. Jenis asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sejak awal kehidupan, transisi menuju makanan padat, hingga jenis asupan pada anak dan dewasa merupakan sesuatu yang dapat dipilih. Pemilihan asupan nutrisi dengan komposisi yang tepat dan seimbang diharapkan dapat memelihara komposisi mikrobiota saluran cerna yang bersifat protektif agar seterusnya menghasilkan interaksi yang menguntungkan (Kurniati, AM, 2016).


Berbagai faktor, seperti stres, terapi atau pengobatan dengan antibiotik, umur, gaya hidup dan pola makan dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota saluran pencernaan sehingga menyebabkan meningkatnya bakteri patogen dalam saluran pencernaan atau disbiosis. Hal ini dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan kesehatan seperti gangguan pada lambung dan fungsi pencernaan sampai pada penyakit lain seperti autoimun, alergi, kanker kolon, penyakit kardiovaskular dan obesitas. Konsep yang populer saat ini untuk mengembalikan keseimbangan atau memodulasi mikrobiota saluran pencernaan yang terganggu adalah dengan pemberian probiotik, prebiotik atau sinbiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya. Prebiotik adalah ingridien pangan yang tidak dapat dicerna namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang mengonsumsinya, sedangkan sinbiotik adalah kombinasi probiotik dan prebiotik (Nuraida, L, 2019).



Pengertian Mikrobiota

Mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme yang hidup pada tubuh inang. Sebagian besar mikrobiota adalah bakteri dan saluran cerna merupakan lokasi koloni terbanyak. Sepanjang usia manusia, populasi mikrobiota saluran cerna dapat terus mengalami perubahan. Komposisi mikrobiota juga bervariasi antar individu (Kurniati, 2016).



Mikrobiota manusia, yaitu komunitas mikroorganisme yang hidup pada permukaan dan di dalam tubuh manusia, penting untuk fisiologi manusia, perkembangan sistem imun, dan pencernaan (Nuraida). Diperkirakan mikrobiota manusia terdiri dari 100 triliun sel bakteri, lebih besar 10 kali lipat daripada sel manusia dan setara dengan 1-2 kg berat badan. Sekitar 70% mikroorganisme pada manusia berada pada saluran pencernaan dimana kolon dan usus besar merupakan tempat yang paling banyak dihuni oleh mikroorganisme. Mikrobiota saluran pencernaan terdiri dari paling tidak 1000 species dengan lebih dari 3 juta gen (150 kali lebih banyak dari gen manusia). Sepertiga dari mikrobiota saluran pencernaan merupakan mikrobiota yang umum ditemukan pada manusia, sementara dua pertiganya spesifik untuk masing-masing individu, sehingga microbiota saluran pencernaan saat ini dianggap dianggap identik dengan identitas individu seperti halnya sidik jari. Baru-baru ini diketahui tiga enterotype yang berbeda pada mikrobiom manusia dewasa, yaitu kumpulan elemen genomik dari mikrobiota yang spesifik pada saluran pencernaan. Enterotype ini didominasi masing-masing oleh Prevotella, Ruminococcus. Keberadaannya tidak tergantung pada jenis kelamin, umur, kebangsasan dan indeks masa tubuh. Mikrobiota ini stabil sampai usia dewasa ketika mulai terjadi perubahan komposisi microbiota (Nuraida, 2019).



Jenis-jenis Mikrobiota

Jenis-jenis mikrobiota paling banyak ditemukan di tubuh manusia khususnya pada saluran cerna. Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis mikrobiota usus yaitu:

Lactobacillus sp.

Lactobacillus sp. mampu menghasilkan selulase yang memecah serat dalam saluran pencernaan. Enzim selulase yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kecernaan dan mendegradasi makanan berserat (Utama, 2018).


Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri flora normal yang sering dijumpai pada usus manusia, bersifat unik karena dapat menyebabkan infeksi primer seperti diare (Karsinah dkk, 2011).


Bifidobacteria

Di dalam usus manusia, Bifidobacteria memproduksi asam laktat dan asam asetat sehingga usus menjadi asam dan pertumbuhan bakteri E. coli, C. perfringens dan patogen lainnya dapat ditekan. Selain itu juga bakteri ini sama seperti Phyla Bacteroidetes menghasilkan senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dikonversi menjadi energi oleh kelompok bakteri tertentu.


Staphylococcus aureus

S. Aureus merupakan sel gram positif bulat biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia; lainnya menyebabkan pernanahan, abses, dll. (Jawet, 2011)


Clostridium sp.

Clostridium sp adalah bakteri gram positif merupakan bakteri anaerob obligat mampu menghasilkan endospora. Masing-masing sel berbentuk batang (Riska, 2016).




Peran Mikrobiota

Bakteri yang hidup di dalam tubuh manusia merupakan koloni bakteri yang bermanfaat. Menurut (Dieret, 2015) peran microbiota tubuh antara lain:

· Membantu mencerna makanan

· Mengatur sistem imun

· Perlindungan terhadap bakteri pathogen.

· Pencegahan alergi

· Memproses nutrisi dari makanan dan sejumlah obat-obatan

· Melindungi saluran usus dari infeksi

· Memproduksi vitamin K yang bermanfaat untuk protein pembekuan darah



Dampak Disfungsi Mikrobiota

Disfungsi mikrobioma dapat menimbulkan penyakit seperti penyakit autoimun (diabetes, rheumatoid arthritis, distrofi otot, multiple sclerosis, dan fibromialgia). Akumulasi mikroba penyebab penyakit akan menyebabkan perubahan aktivitas gen dan metabolik. Akibat perubahan tersebut adalah abnormalitas sistem imun, sehingga akan menyerang zat dan jaringan yang pada keadaan normal terdapat di dalam tubuh. (Sudarmono, 2016)


Penggunaan Mikrobiota Untuk Terapi Penyakit

Seiring perkembangan zaman, microbiota juga dimanfaatkan untuk terapi berbagai penyakit. Terapi penyakit yang memanfaatkan penggunaan diantaranya:


Aplikasi Mikrobioma pada Fecal Microbiota Transplantation (FMT)

Prosedur klinik menggunakan microbiota disebut Fecal Microbiota Transplantation (FMT) yang dilakukan dengan transplantasi microbiota dari donor sehat menggunakan kolonoskopi atau enema. Prosedur tersebut bermanfaat pada infeksi Chlostridium difficile untuk mengembalikan bakteri usus yang baik. Penggunaan mikrobiota untuk mengobati diare yang disebabkan oleh C.difficile

memberikan kesembuhan 90% pada 100 penderita diare. Penyakit lain yang dapat disembuhkan dengan mikrobiota adalah konstipasi, kolitis, dan irritable bowel syndrome (Sudarmono, 2019).


Mencegah dan Mengobati Dermatitis Atopik

Mikrobiota usus diduga memainkan peran penting dalam perkembangan Dermatitis Atopik dengan meregulasi maturase sistem imun. Alterasi mikrobiota usus mempengaruhi keseimbangan sistem imun melalui produksi metabolit, yang akan menyebabkan lingkungan mikro mengalami inflamasi. Saat ini hubungan erat antara microbiota usus dan perkembangan sistem imun, khususnya dalam menjaga keseimbangan respon Th-1 dan Th-2 menjadi dasar pemikiran pemberian suplemen probiotik untuk mencegah atau mengatasi penyakit alergi dan atopi (Gotama, 2021).



Berperan dalam Menunjang Terapi Kejiwaan

Kesehatan usus memiliki kaitan dengan berbagai sistem dalam tubuh manusia. Hormon, neurotransmitter, dan factor imunologis yang dilepaskan dari mikrobiota usus telah diketahui mengirim sinyal ke otak, baik secara langsung maupun melalui saraf otonom. Di antara banyaknya mikroba pada usus terdapat organisme hidup yang berada pada usus yang disebut juga dengan psikobiotik dapat menghasilkan neurotransmitter seperti serotonin, norepinefrin, dan GABA.

Psikobiotik dapat memberikan efek terapetik dan memberikan outcome positif terhadap penderita kelainan jiwa seperti peningkatan mood, perbaikan depresi, hingga perbaikan kesehatan mental secara keseluruhan,, sehingga memiliki potensi sebagai intervensi berbagai kelainan jiwa, di samping terapi farmakologis (Naufal, 2020).


Mikrobiota Untuk Mencegah Obesitas

Mikrobiota di usus memiliki peran pada obesitas. Gordon et al12 di Washington University St. Louis mempelajari efek mikroba usus terhadap obesitas. Penelitian dilakukan dengan mentransplantasi mikroba usus tertentu dari tikus obesitas ke tikus bebas mikroba usus tersebut. Tikus yang menerima transplantasi tersebut mengalami penambahan berat badan lebih banyak dibandingkan tikus yang menerima transplantasi mikroba usus dari tikus yang kurus Hal itu disebabkan peningkatan ekstraksi energi dari diet dan peningkatan deposit energi ke sel adiposit hospes. Pada tikus yang mengalami obesitas juga ditemukan peningkatan Firmicutes dan penurunan Bacteriodetes (Sudarmono, 2016).



Hubungan obesitas dan mikroba dapat dilihat dari penurunan berat badan. Terdapat perbedaan filogenetik antara individu yang mengalami obesitas dengan yang ramping. Ketika terjadi penurunan berat badan terdapat peningkatan Bacteriodetes yang menunjukkan transisi pada komunitas mikroba yang obesitas menjadi komunitas mikroba yang tidak obesitas. Dengan melakukan modulasi pada mikrobiota dapat menjadi alternatif terapi pada pasien yang ingin menurunkan berat badan atau ingin meningkatkan berat badan.


Mikrobiota dan Penyakit Autoimun

Diabetes melitus (DM) tipe I merupakan penyakit autoimun yang sangat berhubungan dengan kurang beragamnya mikrobioma di usus. Pada penelitian menggunakan hewan coba didapatkan bahwa bakteri berperan penting pada perkembangan DM.14 Walaupun belum diketahui hubungan pemberian susu formula terhadap DM tipe 1, bayi yang mendapatkan ASI, terutama yang berusia 4-6 bulan, akan menurunkan kemungkinan mengalami DM tipe 1 (Boerner, 2011).



Penyakit autoimun lainnya yang dipengaruhi oleh mikrobioma adalah penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dan demyelinating disease. Otak dan usus akan bekerja berdasarkan sinyal dari hormon sebagai petanda adanya mikrobiota. Polisakarida A (PSA) yang berasal dari bakteri komensal memiliki sifat imunogenik namun, belum diketahui apakah PSA memiliki pengaruh yang sama kepada manusia


Mikrobiota Pada Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir berada dalam kondisi steril tanpa koloni bakteri namun ketika lahir melewati vagina ibu yang normal (tidak sakit atau terinfeksi bakteri patogen), bayi mendapatkan bakteri dari saluran vagina ibu yaitu Lactobacillus johnsonii. Bakteri tersebut bermanfaat membantu pencernaan ASI. Pada bayi yang lahir melalui operasi sesar, bayi tidak mendapatkan mikroba yang sama dengan bayi yang lahir normal. Pada bayi yang menyusui langsung akan mendapat mikrobioma dari kulit ibu, sedangkan yang tidak minum ASI mendapatkan mikrobioma normal manusia lebih sedikit sehingga kondisi imunnya berkurang (Ursell, dkk, 2012).


Mikrobiota dan Penyakit Alergi

Pada bayi yang tinggal di rumah dengan anjing sebagai hewan peliharaan memiliki angka yang rendah untuk mengalami alergi. Seseorang yang memelihara anjing memiliki variasi mikrobioma lebih banyak dibandingkan yang tidak memelihara anjing, terutama di kulit. Komunitas mikrobioma kulit manusia mirip dengan anjing peliharaannya dibandingkan dengan anjing yang tidak dipeliharanya. Dari Principal Component Analysis (PCoA) disebutkan bahwa anjing peliharaan tidak memiliki efek khusus pada komunitas mikrobioma tetapi, jika faktor usia menjadi pertimbangan akan menunjukkan hasil berbeda. Komunitas mikrobioma manusia akan mirip dengan anjing pada usia dewasa. Pada bayi tidak ditemukan hubungan karena kurangnya waktu pajanan dengan anjing sebagai hewan peliharaan. Orang dewasa yang memelihara anjing memiliki perbedaan jumlah bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki anjing peliharaan. (Song, 2013)


DAFTAR PUSTAKA


Dietert RR, Dietert JM. 2015. Review: the microbiome and sustainable healthcare. Healthcare. 3: 100-129.

Gotama, dkk. 2021. Mikrobiota usus pada dermatitis atopic. Intisari Sains Medis 2(12):718-722

Hasibuan, FE, Kolondam, BJ, 2017. Interaksi Antara Mikrobiota Usus dan Sistem Kekebalan Tubuh Manusia. Jurnal Ilmiah Sains Volume 17 No. 1, April 2017.

Kurniati, A. 2016. Mikroba Saluran Cerna: Tinjauan dari Aspek Pemilihan Asupan Makanan. JK Unila 1(2):380-384

Naufal, dkk. 2020. Psikobiotik: Peran Mikrobiota Usus dalam Kesehatan Jiwa. Medula 10(3):545-551

Nuraida, L, 2019. Mikrobiota Saluran Pencernaan dan Kesehatan. (Online) http://seafast.ipb.ac.id/mikrobiota-saluran-pencernaan-dan-kesehatan/

Sudarmono, 2019. Mikrobioma: Pemahaman Baru tentang Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan Manusia. Ejki : 71-75

Sujaya, I Nengah. 2015. Bakteri Saluran Cerna (Gut Microbiota): Keragaman, Dampak dan Potensi Modifikasi. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penunjang_dir/1a5f5758b462a1237de96b1085369d0d.pdf, diakses 11 desember 2021

Riskawati, 2016. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Patogen Pada Tanah di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Tpas) Kota Makassar. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/781/1/Skripsi%20Riskawati.pdf, diakses 11 desember 2021

Utama, dkk, 2018. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Selulolitik yang Berasal dari Jus Kubis Terfermentasi. https://doi.org/10.17728/jatp.2155, diakses 11 desember 2021

Tidak ada komentar

Ruang Gizi - Gizisme. Diberdayakan oleh Blogger.