Ngobrol Ruang Gizi 3; Pengalaman Program Inovasi dalam Penanganan Stunting
Ngobrol Ruang Gizi 3; Pengalaman
Program Inovasi dalam Penanganan Stunting
Ngobrol Ruang Gizi kali ini
mengundang Ilham Rusting sebagai pemantik dan Tessar Nurdin sebagai moderator
diskusi. Tema diskusi kali ini adalah Pengalaman Program Inovasi dalam Penanganan
Stunting. Ilham menyelesaikan Pendidikan Gizi-nya di Poltekkes Kemenkes
Ternate. Ilham pernah menjadi Ahli Gizi Pencerah Nusantara di Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pernah
juga menjadi Ahli Gizi Nusantara Sehat Tim
maupun Individu di Puskesmas Entikong, Kabupaten Sanggau, Provins Kalimantan Barat dan Puskesmas Tanah Toa, Kabupaten Bulukumba, Provins Sulawesi Selatan. Tessar
sendiri merupakan bagian dari personil Ruang Gizi yang sementara bertugas
sebagai Nusantara Sehat Individu.
Dalam pemaparan ngobrol via
Instagram ini, Ilham lebih dulu menjelaskan tentang pengalamannya dalam
bergabung dalam Nusantara Sehat dan Pencerah Nusantara. Pertama, kata Ilham,
Nusantara Sehat memberinya pengalaman dalam ilmu. Pengetahuan ini terkait
pemberdayaan masyarakat, berpikir secara dewasa, dan juga kerja sama tim. Berpikir
secara dewasa ini seperti diperhadapkan dengan masalah di masyarakat, di
internal dalam tim, di internal puskesmas. Dalam Nusantara Sehat ini kami
menimba pengalamanan tentang memecahkan masalah, mencari solusi, dan solusi
diintervensikan sebagai tindakan aplikatif.
Selain ilmu tentang berpikir secara
dewasa, manfaat yang didapat Ilham dalam mengikuti NS adalah mendapatkan
keluarga baru. Selama kurang lebih 6 tahun bertugas dalam Pencerah Nusantara
dan Nusantara Sehat, keakraban tercipta dengan internal personil puskesmas yang
menjadi penempatan tugas, bahkan juga keakraban yang terjalin dengan masyarakat
di setiap penempatan tugas.
Setelah itu, Ilham mencoba
menjelaskan tentang program penanganan stunting selama ia bertugas sebagai
Nusantara Sehat. Secara mendasar, kata Ilham, konsep penanganan yang
dilakukannya sejalan dengan konsep yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan.
Hanya saja konsep yang dijalankan Ilham adalah pembaruan kemasan. Ilham
mengemas program penanganan menjadi lebih menarik. Ilham menganalogikan
ibaratnya kita menjual Pisang Goreng kalau hanya diisi dalam katong plastik
jadinya biasa sajakan. Tapi misalnya dibuat kemasan atau wadah dengan kotak
warna-warni ditambah pisang gorengnya menggunakan toping, bisa jadi lebih
menarik. Jadi konsep yang Ilham lakukan adalah mengaplikasikan program yang
dijabarkan Kementerian Kesehatan dengan kemasan yang menarik.
Bagi Ilham konsep penanganan
stunting yang pernah ia lakukan yang paling menarik yang pernah ia coba adalah
Kampung Bebas Stunting. Kampung Bebas Stunting ini bagaimana wilayah kerja
penugasan Ilham menjadi zero stunting. Memang untuk mewujudkan ini agak susah
tapi bila langkah-langkahnya kita lakukan pasti bisa meminimalisir persentase
angka stunting. Ada beberapa teman kami yang lain juga mengadopsi program
seperti ini, misalnya Rauda Koroy di Ternate menerapkan konsep yang sama dengan
nama Kampung Nutrisi. Di Bulukumba juga menggunakan nama Desa Bebas Stunting.
Kampung Bebas Stunting intervensinya
meliputi sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan. Dalam program ini, Ilham membagi
dua sasaran, yakni sasaran utama dan sasaran penunjang atau penentu. Sasaran
utama adalah sasaran dari 1000 HPK seperti ibu hamil, ibu menyusui, ibu bayi
atau balita dan lainnya. Sasaran penentu diantaranya petugas kesehatan lain,
kader posyandu, dan lintas sektor. Semua sasaran ini harus disasar.
Untuk sasaran utama ini, Kampung
Bebas Stunting ini berbasis siklus dan terintegrasi. Terintegrasi ini terkait
dengan program lain dari lintas program. Siklus ini terdiri dari ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita, usia sekolah dan remaja. Sebagaimana siklus dalam
daur kehidupan. Sebenarnya dalam daur kehidupan ini Kementerian Kesehatan sudah
memiliki program terkait ini seperti suplementasi fe pada bumil dan rematri,
pemantauan pertumbuhan, promosi menyusui, suplementasi vitamin A, pemberian
makanan tambahan dan lainnya. Hanya saja, kata Ilham, saya mencoba membuat
program ini terintegrasi antar program. Jadi, program ini diintegrasikan dalam
program Kampung Bebas Stunting.
Pertama, untuk sasaran ibu Hamil
misalnya program intervensi semisal suplementasi fe, PMT, suplementasi kalsium
dan lainnya. Nah, kami mencoba mengemasnya dalam Kelas Ibu Hamil dalam Program
Kampung Bebas Stunting. Memang Kelas Ibu Hamil sudah umum di Puskesmas. Hanya
saja untuk Program Kampung Bebas Stunting kegiatannya dikemas sekalian misalnya
dalam Kelas Ibu Hamil dilakukan kegiatan sekaligus untuk PMT, konseling,
suplementasi Fe. Ini untuk menghindari kegiatan yang berulang. Menghindari
kegiatan dengan tujuan yang sama tapi dilakukan pada waktu yang berbeda, dan
tempat yang berbeda. Pengalaman Ilham ini menunjukkan data di lapangan misalnya
dengan program terintegrasi ini dari 88 bumil KEK, hanya 2 ibu hamil KEK yang
melahirkan anak dengan BBLR.
Kedua, untuk sasaran ibu menyusui,
di Program Kampung Bebas Stunting, ada Kelompok Pendukung ASI, atau kita
namakan sebagai Kelas Suami ASI. Dalam Kelas Suami ASI ini kita rekrut untuk
promoter atau penggerak serta pendukung agar istrinya mau melakukan menyusui
atau memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan. Selain merekrut suami untuk
Pendukung Menyusui, kita juga merekrut juga ibu mertua, nenek, dan lainnya yang
mampu mempengaruhi ibu menyusui tersebut.
Ketiga, sasaran yang ketiga,
intervensi pada bayi dan balita. Dalam program Kampung Bebas Stunting, kami
membuat Pos Penanganan Stunting atau ada juga yang memberi nama Bengkel Gizi
atau Pos Gizi Balita. Konsepnya sederhana saja, semua sasaran balita yang
stunting atau beresiko stunting akan kita kumpul dalam suatu wadah dalam pos
ini untuk selanjutnya kami buatkan konsep stunting. Edukasinya berupa pola
pemberian makan pada balita dengan baik dan benar serta perilaku hidup bersih
dan sehat. Selain edukasi, kita juga melakukan memasak bersama untuk makanan
tambahan dan juga pembuatan MP-ASI. Kita mengedukasi bahwa makanan yang dimasak
lebih baik daripada makanan siap saji.
Keempat, sasaran untuk anak sekolah,
dalam Program Kampung Bebas Stunting, kami membentuk tentang Duta Cilik Anti Stunting. Kami
memberikan program untuk anak sekolah mampu mengedukasi tentang isi piringku.
Jadi Duta Cilik Anti Stunting ini membantu kami untuk melakukan edukasi pada
teman-temannya yang lain. Kami menyadari bahwa anak sekolah memiliki daya
tanggap yang cepat. Kami juga berharap anak-anak ini menjadi promoter perilaku
di masa-masa ke depannya.
Kelima, sasaran pada remaja, bagi
kami, remaja sebenarnya merupakan sasaran utama dalam penanganan stunting.
Karena remaja harusnya ditempatkan sebagai kelompok yang rentan juga, karena
remaja cenderung menjadi perilaku yang negatif. Bukan hanya soal pola makan
tapi juga soal perilaku, misalnya pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini
dapat menjadi pernikahan yang beresiko terutama dalam melahirkan anak yang
BBLR. Program pada remaja di Kampung Bebas Stunting adalah Posyandu Remaja.
Dalam Posyandu Remaja, sasaran kami adalah remaja yang bersekolah dan remaja
yang putus sekolah. Dalam kegiatan Posyandu Remaja, kami mencoba bekerja sama
dengan UKS. Kegiatan Posyandu Remaja ini, kami mencoba menyatukan beberapa
kegiatan seperti pemantauan kesehatan remaja seperti pengukuran TB, penimbangan
BB, pengukuran LLA, tekanan darah. Hasil antropometri ini kami isi dalam KMS
Remaja. Selain kegiatan pemantauan kesehatan, kami juga melakukan edukasi. Kami
juga membentuk kader posyandu remaja yang kami rekrut dari remaja sendiri.
Kader remaja biasanya berjumlah 5-7 remaja. Pembagian tugas pada kader remaja
ini kami sesuaikan dengan 5 meja seperti pada posyandu balita. Meja 1 yaitu pendaftaran,
meja 2 untuk pemantauan BB dan TB, serta pengukuran tekanan darah, meja 3 untuk
pencatatan KMS Remaja, meja 4 untuk konseling kesehatan seperti bahaya merokok,
tanda-tanda menstruasi, dan lainnya, meja 5 untuk pemberian tablet tambah darah
sekaligus sosialisasi manfaat fed an cara minum tablet tambah darah.
Posyandu remaja juga kami turut
pengadaan untuk pemberian makanan tambahan, tapi kadang kami sesuaikan dengan
anggaran yang ada. Sekali-kali juga kami juga mengundang berbagai lintas sektor
seperti polisi, tentara, pegiat buku dan lainnya untuk memberikan motivasi pada
remaja. Sasaran remaja ini kami utamakan karena ia menjadi pemutus rantai untuk
berbagai sasaran lain seperti usia produktif KEK, bumil hamil KEK, pernikahan
dini beresiko, dan tentunya ini semua meminimalisir berat bayi lahir rendah.
Selain ini, kami dalam Program
Kampung Bebas Stunting ini kami juga melakukan yang namanya Kebun Gizi. Kebun
Gizi ini kami coba lakukan untuk menyediakan bahan pangan dengan memanfaatkan
lahan pekarangan untuk menanam sayuran. Ini juga untuk membantu menyediakan
bahan pangan di tingkat rumah tanggan terkait sayuran. Selain itu, kebun gizi
ini, beberapa pengalaman kami, kader yang mengelola ini sebagai jual atau
bisnis. Sayuran dijual dan nanti untuk dibelikan bibit baru lagi.
Fokus pada sasaran penunjang seperti
tenaga kesehatan, kader posyandu, dan juga lintas sektor. Kami coba membentuk
Tim Gerak Cepat Penanganan Stunting. Tim ini terdiri dari berbagai program
promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, bidan, gizi dan lainnya. Tim ini
dibentuk untuk membantu penanganan stunting dimulai dari mempadukan pemahaman
bersama tentang stunting. Kader posyandu, kami bekerja sama untuk membantu
membuat peta balita dengan stunting atau yang beresiko stunting untuk
memudahkan kami dalam intervensi.
Kami berharap konsep tentang Kampung
Bebas Stunting ini coba diterapkan juga di wilayah-wilayah lain.
Post a Comment