Ngobrol Ruang Gizi; Edukasi Melalui Sekolah Anti Stunting
Ngobrol Ruang Gizi; Edukasi Melalui
Sekolah Anti Stunting
Ruang
Gizi kembali menghadirkan Ngobrol Ruang Gizi dengan pemantik dari Sudana F
Pasaribu, S.Tr.Gz, Founder Sekolah Anti Stunting, Leader dari Gizi Inspirasi
sekaligus sebagai Mahasiswa Magister Gizi di Universitas Sebelas Maret. Ngobrol
kali ini juga dipandu oleh Fahmi A Passi, Pegiat Ruang Gizi dan juga sebagai
Ahli Gizi Nusantara Sehat Individual. Bincang-bincang kali ini dengan tema
“Edukasi dan Pencegahan Stunting Melalui Media Sosial”.
Sekolah
Anti Stunting yang digagas oleh Sudana ini juga pernah diikutsertakan dalam
Millenials Scientist For Nutrition (Mission 2020). Awal diskusi Sudana coba
menjelaskan tentang latar belakang yang mendasari gagasan Sekolah Anti
Stunting. Umumnya masyarakat masih bingung soal stunting. Melalui observasi
beberapa masyarakat terkait pendapat tentang stunting, ada beberapa dari
masyarakat yang belum memahami tentang stunting. Selain itu, juga kami
menanyakan tentang kebutuhan yang dibutuhkan mereka (masyarakat). Setelah itu,
kami mengetahui ada dua hal yang dibutuhkan dalam masyarakat, pertama, soal
ekonomi, kebutuhan sehari-hari, dan juga kedua, soal edukasi. Dari hal ini,
kami mengambil inisiatif untuk membangun soal edukasi.
Kami
mencoba bangun soal informasi yang jelas, terutama melalui daring. Termasuk
soal informasi tentang stunting. Kami juga ingin memperkenalkan soal siapa itu
ahli gizi. Mengingat peran ahli gizi di masyarakat belum banyak diperkenalkan. Kami
juga bertanya, dalam edukasi ini, bagusnya kami melakukan dengan media apa
apakah via luring atau daring. Harapan kami juga dari Sekolah Anti Stunting
ini, menjadi edukator yang sebaya atau seumuran untuk pasangan usia subur juga
terutama pasangan-pasangan yang usia relatif masih muda. Jadi sasaran Sekolah
Anti Stunting ini pasangan suami istri.
Selain
itu, kami menyadari bahwa peran ahli gizi cukup besar, dari Sekolah Anti
Stunting ini dapat mengurangi beban kerja dari Petugas Gizi juga melalui
edukator-edukator yang dibentuk melalui Sekolah Anti Stunting. Kembali pada
sasaran dari Sekolah Anti Stunting ini merupakan pasangan suami istri. Kami
juga berharap kelompok laki-laki dalam hal ini suami, dapat membantu peran
istri dan sekaligus sebagai orang tua.
Dalam
Sekolah Anti Stunting kami menggambarkan dengan membagi dengan beberapa Kelas
Suami Istri, Kelas Ibu Hamil, Kelas Ibu Menyusui. Selain soal masalah gizi
secara teori, kami akan coba juga untuk membentuk pemahaman atau bahkan
membekali dengan memanfaatkan pangan lokal. Hal-hal itu seperti pemanfaatan
lahan, penggunaan pengolahan pangan, atau semisal modifikasi resep.
Sekolah
Anti Stunting ini juga kami harapkan menjadi konsep yang diterapkan bila ada
juga program Satu Desa, Satu Ahli Gizi. Dengan ini, konsepsi ini akan terlihat
lebih mapan untuk dilaksanakan ahli gizi di tingkat desa. Di tingkat desa ini,
digambarkan bahwa setiap ahli gizi di desa merekrut pasangan suami istri yang
pro aktif sebagai penggerak.
Program-program
inovasi tentang stunting, harus coba dimulai dari mengobservasi terlebih
dahulu, semisal analisis situasi di tingkat masyarakat. Seperti apa pekerjaan
atau mata pencaharian terbanyak dari masyarakat, kebiasaan umum masyarakat,
atau bahkan kebiasaan makanan secara umum di tingkat masyarakat.
Dalam
diskusi, disampaikan oleh moderator mengenai beberapa pertanyaan dan pernyataan.
Beberapa diantaranya mengenai pemahaman masyarakat secara umum soal stunting
yang masih terlihat cukup membingungkan. Hal ini perlu pemahaman dari Ahli Gizi
untuk mampu menyelaraskan dalam menyampaikan mengenai stunting.
Stunting
umumnya dikategorikan sebagai gizi pendek, dan dalam beberapa literatur
menempatkan dampak stunting kecenderungan pada masalah kecerdasan. Akan tetapi
secara ril dampak stunting yang bisa kita contohkan misalnya dalam penerimaan
tes tertentu dan sebagainya, ukuran badan atau tinggi badan ketika dewasa
selalu menjadi ukuran untuk kelulusan contohnya seperti tes kepolisian, tes
kuliah keperawatan, kebidanan atau jurusan tertentu lainnya.
Sasaran
utama dalam Sekolah Anti Stunting ini adalah pasangan suami istri, yang
dipertanyakan mengapa bukan dimulai dari remaja? Pemantik dalam diskusi ini
menjawab bahwa memang dalam rencana Sekolah Anti Stunting dengan sasaran adalah
pasangan suami istri dengan dibagi menjadi tiga kelas, kelas suami istri, kelas
bumil dan kelas menyusui. Kami memilih sasaran pasangan suami istri karena
selain sebagai tepat sasaran sebagai usia subur dan sasaran keluarga, pasangan
suami istri dipandang lebih memiliki merasa tanggung jawab ketimbang pada usia
remaja. Karena dalam Sekolah Anti Stunting ini kami mengharapkan komitmen dari
peserta sekolah untuk partisipasi dalam setiap kelas yang kami tawarkan.
Post a Comment