Pandemi dan Praduga Masalah Gizi Balita


Pandemi dan Praduga Masalah Gizi Balita
M. Sadli Umasangaji
(Founder Ruang Gizi, Sarjana Terapan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar)











Bersama-sama kita ketahui, pandemi memberi dampak pada berbagai sektor kehidupan. Covid-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO, 2020) dan juga telah dinyatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui Keputusan Nomor 9 A Tahun 2020 diperpanjang melalui Keputusan Nomor 13 A tahun 2020 sebagai Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. Selanjutnya dikarenakan peningkatan kasus dan meluas antar wilayah, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Nasional Berskala Besar dalam Rangka percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional (Kemenkes, 2020).

Corona virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan virus jenis baru yang penyebarannya sudah melanda seluruh provinsi dan sebagian besar kabupaten/kota. Penambahan kasus yang begitu cepat telah menjadi fokus perhatian bagi seluruh lapisan masyarakat dan Pemerintah Indonesia (Kemenkes, 2020). Dampak pandemi termasuk terjadi pada pelayanan kesehatan khususnya pelayanan gizi di tingkat masyarakat. Pada masa pandemi ini, Pemerintah harus mencegah penyebaran Covid-19 di sisi lain untuk tetap memperhatikan upaya-upaya menurunkan Persentase Masalah Gizi dan Peningkatan Indikator Kinerja Gizi.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan anak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Upaya Kesehatan Anak, Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dan NSPK terkait lainnya. Pelayanan kesehatan balita meliputi pemantauan pertumbuhan, perkembangan, pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, kapsul vitamin A dan tata laksana balita sakit jika diperlukan, serta program pencegahan penyakit, seperti pemberian massal obat kecacingan dan triple eliminasi. (Kemenkes, 2020).



Praduga Masalah Gizi

Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat signifikan pada kehidupan keluarga di Indonesia. Sekitar 3 juta orang kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian mereka, anak-anak tidak lagi dapat mengakses program pemberian makanan bergizi untuk anak sekolah dan beberapa keluarga berjuang untuk membeli makanan yang biasa mereka konsumsi. Orang-orang harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan mungkin akan terjadi perubahan konsumsi makan menjadi kurang beragam, serta meningkatnya konsumsi makanan olahan dan berkurangnya konsumsi makanan bergizi, termasuk buah-buahan dan sayuran segar. Keadaan saat ini dapat memperburuk situasi yang sebelumnya telah dihadapi banyak keluarga dalam mengakses makanan berkualitas yang terjangkau. Sistem dan rantai pasokan pangan saat ini terganggu karena pembatasan sosial. (United Nations Indonesia, 2020).

Selain masalah pada tingkat akses, daya terima dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga, masalah lain adalah kelompok balita rentan (<-2 Standar Deviasi). Daya tahan tubuh yang sangat rendah, balita gizi buruk sangat mudah terjangkit berbagai macam infeksi, termasuk infeksi Covid 19. Mereka menjadi kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian khusus, dan mendapat penanganan yang cepat dan tepat hingga anak sembuh serta diharapkan tidak membawa dampak untuk tumbuh kembang selanjutnya. Balita gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek dan panjang, berupa gangguan tumbuh kembang, termasuk gangguan fungsi kognitif, kesakitan, risiko penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular di saat dewasa serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. (Kemenkes, 2020).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, khususnya Kelompok Kerja Ketahanan Pangan dan Gizi, yang terdiri dari FAO, IFAD, UNFPA, WFP, WHO dan UNICEF, mengkhawatirkan dampak pandemi Covid-19 pada status gizi dari mereka yang paling terdampak, terutama mereka yang dari keluarga miskin dan rentan. Pada awal krisis, diperkirakan 2 juta anak balita di Indonesia mengalami wasting (gizi kurang), 7 juta anak stunting (kerdil) dan 2 juta lainnya kelebihan berat badan2, sementara 2.6 juta ibu hamil menderita anemia. Situasi saat ini memperburuk kesulitan yang dihadapi banyak keluarga untuk mengakses pangan sehat yang terjangkau. (United Nations Indonesia, 2020).



Praduga Masalah Pelayanan Gizi Balita

Penerapan physical distancing maupun kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi mobilitas penduduk, berdampak membatasi aksesibilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dapat menimbulkan risiko gangguan kelangsungan pelayanan kesehatan termasuk pada balita, yang berpotensi meningkatkan kesakitan dan kematian. Sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk menyeimbangkan kebutuhan penanganan Covid-19 dan tetap memastikan kelangsungan pelayanan kesehatan esensial pada balita tetap berjalan. (Kemenkes, 2020). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tentu membuat pelayanan surveilans gizi seperti Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu, Pelayanan Gizi Pada Kelompok Balita dengan Status Gizi Bermasalah (<-2 Standar Deviasi) dan juga kegiatan-kegiatan surveilans gizi lain yang bisa jadi terhambat.

Di kondisi tanpa pandemi saja bisa terlihat bahwa partisipasi ibu balita di posyandu belum maksimal. Dalam Hasil Pemantauan Status Gizi, Persentase Balita Ditimbang 4 kali atau Lebih dalam 6 Bulan Terakhir menunjukkan tahun 2016 sebesar 72.4% dan tahun 2017 sebesar 78%. Posyandu sebagai upaya kesehatan berbasis masyarakat, dalam perkembangannya tidak hanya menjalankan pelayanan di bidang kesehatan dan keluarga berencana, akan tetapi diharapkan mampu menggalang partisipasi masyarakat dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraannya.

Pos Pelayanan Terpadu atau disingkat Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan melalui prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat diharapkan sebagai wadah yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dan sosial dasar masyarakat. Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang anak. Posyandu memang salah satu sarana yang difasilitasi pemerintah untuk pelayanan kesehatan berbasis partisipasi masyarakat sebagai salah satu sarana pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat Posyandu diantaranya pemantauan pertumbuhan balita, pemberian vitamin A, pemberian imunisasi, pemberian tablet Fe, pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), pemantauan ASI Eksklusif, dan lainnya.

Akan tetapi bersama kita pahami bahwa dengan kondisi pandemi tentu, pemanfaatan posyandu akan kurang maksimal. Dengan kurang maksimalnya pelayanan surveilans gizi ini ada praduga-praduga yang membesar ini memungkinkan untuk muncul terjadinya peningkatan masalah gizi.



Sekedar Gambaran Pernyataan Bersama

Pemerintah dan berbagai organisasi atau institusi di Indonesia berupaya untuk melindungi warga dari Coronavirus Disease–2019 (Covid 19). Upaya penting yang akan menyelamatkan banyak nyawa ini memerlukan langkah-langkah untuk memperlambat penularan Covid 19. Berbagai langkah tersebut mengakibatkan kesulitan bagi banyak keluarga atau kelompok yang rentan. Secara khusus, pandemi ini berdampak terhadap pendapatan rumah tangga, rantai pasokan pangan, layanan kesehatan, dan kegiatan belajar di sekolah.

Dalam pernyataan bersama itu, termaktub saran-saran tindakan. Tindakan yang diuraikan dalam pernyataan ini mencakup enam tema: pangan sehat; gizi ibu, bayi dan balita; tatalaksana gizi kurang; suplementasi gizi mikro; pemberian makanan bergizi untuk anak sekolah, dan surveilans gizi.

Pertama, ketersediaan pangan di rumah tangga. Rantai suplai pangan harus terus bergerak dan memastikan ketersediaan pangan bergizi. Pendapatan dan mata pencaharian mereka yang bergantung pada pertanian harus dilindungi. Skema perlindungan sosial dan program di tingkat masyarakat harus membantu memastikan bahwa kelompok yang paling rentan dapat mengakses makanan bergizi. Pesan yang jelas harus dikomunikasikan tentang pentingnya asupan makanan yang sehat dan aman serta membatasi konsumsi makanan yang berkontribusi terhadap kelebihan berat badan dan obesitas.

Kedua, Gizi ibu, bayi dan balita. Layanan kesehatan harus terus menyediakan layanan gizi penting untuk ibu hamil dan menyusui, bayi baru lahir dan anak-anak yang sakit. Mereka juga harus memberikan dukungan yang tepat bagi ibu menyusui, termasuk ibu dengan Covid 19, dan mengkomunikasikan informasi yang akurat tentang gizi ibu, bayi, dan balita.

Ketiga, Tatalaksana gizi kurang. Layanan untuk menyelamatkan dan merawat anak-anak yang mengalami gizi kurang dan ibu yang kekurangan gizi harus dipertahankan dan disesuaikan, diantaranya dengan meminimalkan kunjungan langsung untuk perawatan dan lebih banyak memberikan persediaan pangan bergizi di rumah. Tindakan pencegahan gizi kurang diperlukan untuk anak-anak yang rentan dan kelompok populasi lain yang berisiko, termasuk orang berusia lanjut dan orang sakit.

Keempat, Suplementasi gizi mikro. Program untuk mencegah dan mengendalikan defisiensi mikronutrien harus dilanjutkan dengan memberikan layanan rutin untuk remaja putri, ibu hamil dan balita. Namun, pemberian suplementasi massal yang direncanakan (misalnya pemberian vitamin A dan obat cacing) harus ditunda dan direncanakan jika keadaan telah memungkinkan.

Kelima, Surveilans gizi. Kami melihat pentingnya dilakukan upaya pengawasan pelayanan gizi yang disesuaikan dengan menggunakan ponsel (jarak jauh) atau survei berbasis web. Penentuan pengambilan data tepat waktu dan pembaruan data untuk mengidentifikasi populasi yang berisiko tetapi juga untuk memantau dan mengatasi faktor-faktor yang kemungkinan memiliki dampak negatif pada status gizi kelompok yang rentan. (United Nations Indonesia, 2020).



Sekedar Memulai Perbincangan Kembali Tentang Program Alternatif

Tentu akhir-akhir ini, bila kita mengikuti berbagai diskusi-diskusi webinar gizi maka telah banyak kita dapati gagasan-gagasan tentang program alternatif dalam pelayanan surveilans gizi khususnya inisiatif terkait pemantauan balita di tengah pandemi. Di perkotaan tentu alternatif itu dapat berbentuk Posyandu Virtual atau penggunaan sarana-sarana digital dalam kepastian mendapatkan pemantauan pertumbuhan balita. Tentu posyandu virtual ini membutuhkan jaringan internet. Di pedesaan, pemaksimalan kunjungan rumah tentu menjadi sarana yang harus dilakukan untuk mendapatkan partisipasi pemantauan pertumbuhan balita. Ataupun baik di perkotaan maupun pedesaan tentu pula dapat memadukan keduanya.

Tentu ada juga ide alternatif semisal pemberdayaan masyarakat atau pemberdayaan komunitas di masyarakat. Termasuk dalam ide alternatif ini yang menjadi penting adalah ide tentang Pos Timbang. Pos Timbang disini dimaksudkan sebagai perlu adanya proses pemantauan dimana saja dan kapan saja dalam satu bulan sebagai sarana pemantauan pertumbuhan balita. Pos Timbang dapat pula dibentuk sebagai ditempat pada salah satu rumah warga dengan penyediaan timbangan yang menjangkau kurang lebih 10 balita. Pengembangan konsep ini juga untuk menjawab tantangan di tengah pandemi ini. Sekaligus sebagai inovasi dalam pemberdayaan masyarakat atau ibu balita. Dengan asumsi, timbangan anak dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Tapi semua itu tentu di tengah pandemi seperti ini penyesuaian dengan protokol kesehatan dalam adaptasi kehidupan normal baru ini baik dalam pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan surveilans gizi untuk pemantauan balita adalah keharusan yang tak bisa diabaikan.




Referensi:

Gemiharto, I, Sjoraida, DF, 2014. Revitalisasi Posyandu dalam Pemberdayaan Masyarakat di Jawa Barat.

Kemenkes, 2013. Strategi Peningkatan Penimbangan Balita di Posyandu.

Kemenkes, 2020. Panduan Pelayanan Kesehatan Balita Pada Masa Pandemi Covid 19 Bagi Tenaga Kesehatan.

Kemenkes, 2020. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Balita Gizi Buruk Pada Masa Pandemi Covid 19.

United Nations Indonesia, 2020. Pernyataan Bersama Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi dalam Konteks Pandemi Covid 19 di Indonesia.









Tidak ada komentar

Ruang Gizi - Gizisme. Diberdayakan oleh Blogger.