Komitmen Politik Langkah Awal Atasi Masalah Gizi

 

Komitmen Politik Langkah Awal Atasi Masalah Gizi

Fahmil Usman, S.Gz

Mahasiswa Pascasarjana Gizi Klinik Universitas Sebelas Maret







 

Komitmen politik merupakan dan tindakan berkelanjutan dari waktu ke waktu oleh aktor masyarakat untuk mencapai tujuan mengurangi dan menghilangkan manifestasi dan penyebab (kekurangan gizi). Komitmen politik lebih dari menghasilkan perhatian pada kekurangan gizi atau memasukkannya ke dalam agenda pemerintah. Ini lebih lanjut melibatkan mobilisasi sistem dan lembaga politik, mengadopsi kebijakan, mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikan tanggapan selama diperlukan untuk memastikan hasil(Baker et al., 2018). Menurut Baker, et al, (2018) Lima bentuk komitmen politik untuk penanggulangan masalah gizi diantaranya:

 

Komitmen Retorika

Sebuah bentuk pernyataan yang dibuat oleh anggota eksekutif dan legislatif pemerintah, dan atau mereka yang berada di luar pemerintahan yang memiliki hubungan dekat dengan dengan masyarakat sipil atau pemerintah daerah dengan mengakui kekurangan gizi sebagai masalah serius dan memerlukan sebuah tindakan yang harus dilakukan. Komitmen retorika mungkin 'simbolis hanya memberi isyarat dan dapat mencapai agenda keputusan pemerintah dan diubah melalui arahan untuk tindakan.

 

Komitmen Institusional Konversi

Menjadi awal pembentukan kebijakan substantif termasuk institusi pemerintah yang bersifat resmi dan bertanggung jawab untuk tindakan koordinasi, adopsi legislasi atau pembuatan undang-undang yang memungkinkan, kebijakan dan instrumen kebijakan yang sepadan dengan keparahan masalah atau berdasarkan data yang ditemukan terkait masalah yang perlu mendapat perhatian khusus.

 

Komitmen Operasional Konversi

Menjadi aksi di lapangan termasuk alokasi sumber daya manusia, teknis dan keuangan atau anggaran. Koordinasi yang efektif dari semua aktor yang terlibat di sepanjang jalur implementasi nasional ke sub-nasional. Apabila komitmen operasional yang terbatas dapat menyebabkan kegagalan implementasi, sehingga merusak komitmen berkelanjutan dan lebih lanjut akan memberikan suatu argument bahwa masalah gizi menjadi prioritas yang rendah untuk ditindak lanjuti.

 

 

Komitmen Tertanam

Komitmen untuk mengatasi masalah yang secara tidak langsung berkaitan dengan gizi (misalnya, pembangunan ekonomi, perlindungan sosial, inisiatif pengurangan kelaparan) secara tidak langsung dapat memberikan hasil yang positif yang disebut sebagai keberhasilan gizi. Komitmen ini dapat dibuat peluang bagi para pemangku gizi lebih mampu membuat kepekaan atau memposisikan gizi dalam agenda kebijakan yang lebih luas dan terfokus, dengan demikian semakin memperkuat kebijakan, program terkait dan  pembangunan komitmen yang lebih kuat.

Pada suatu sistem, dibutuhkan penggerak yang memiliki kontribusi dalam membangun Komitmen Politik penanggulangan gizi dengan pembagian tugas dan tim work yang solid. Factor ini perlu dipersiapkan dalam membangun komitmen pada setiap system pemerintahan, masyarakat maupun individu diantara:

 

Aktor atau Tokoh Utama

Tokoh utama gizi atau pamangku gizi yang berkontribusi dan memberikan peran secara efektif termasuk individu dan organisasi yang beroperasi dalam yurisdiksi atau yang memiliki kuasa tertentu yang berbagi prinsip-prinsip umum, kepercayaan atau minat dalam menangani kekurangan gizi dan yang bertindak secara kolektif untuk melakukannya. Kontribusi ini juga diperlukan kekuatan kepemimpinan yaitu kehadiran orang-orang yang berkomitmen dan cerdas secara politik, di dalam atau di luar pemerintahan, diakui sebagai pelopor yang berkontribusi untuk  mengatasi masalah gizi. Kemudian itu campur tangan masyarakat sipil perlu juga untuk dimobilisasi dalam mengatasi kekurangan gizi, termasuk organisasi non-pemerintah dan gerakan sosial yang secara kolektif mewakili kepentingan warga negara. Dukungan tokoh internasional juga dapat memberikan peranan dan mendukung yaitu sejauh mana para aktor dengan lingkup operasi atau keanggotaan dapat memberikan respons kebijakan gizi dan respons pemrograman. dan pengembangan kapasitas, memberikan bantuan teknis dan legitimasi untuk inisiatif kebijakan dan dengan mengadvokasi kepada pemerintah tidak lepas dari itu Campur tangan sektor swasta juga harus diperhatikan kelompok-kelompok ini terkadang memiliki kepentingan yang dapat merusak tanggapan kebijakan gizi yang efektif, termasuk produsen makanan, distributor, pengecer, dan perusahan makanan lainnya. Hal ini dapat memberikan dampak terkait suatu kebijakan yang dapat merusak kebijakan yang telah di dibuat. Biasanya campur tangan ini lebih mementingkan kepentingan pribadi atau keuntungan lainnya.

Institusi Pemerintahan

Kekuatan lembaga yaitu lembaga koordinasi dan sistem kelembagaan diamanatkan untuk mengatasi kekurangan gizi yang diberdayakan untuk secara efektif mengoordinasikan tanggapan multisektor / multilevel dan mengadvokasi perhatian dan sumber daya yang berkelanjutan dengan cara koordinasi vertikal yang efektif yaitu memberikan pengamatan terkait kebijakan gizi yang dikoordinasikan, diimplementasikan, dan dipantau secara efektif dari lintas tingkat pemerintahan, khususnya mengenai insentif aktor subnasional untuk mengadopsi, kemajuan, dan mendapat manfaat dari kebijakan pemerintah pusat dengan kerangka kerja legislatif, peraturan dan kebijakan: yaitu kebijakan gizi nasional, rencana operasional dan legislasi yang memungkinkan dirancang dan diberlakukan dengan baik atau tujuan gizi yang sama dengan agenda kebijakan dan kerangka kerja peraturan yang lebih luas.

 

Konteks Politik dan Sosial

Konteks ini menggambarkan dukungan administrasi politik yaitu  anggota eksekutif (misalnya, kepala negara, menteri), legislatif (misalnya, anggota parlemen) dan administrasi (misalnya, kepala lembaga, pejabat senior) serta cabang-cabang pemerintah yang memprakarsai dan memperjuangkan respons gizi, dengan memperhatikan kondisi sosial dan peristiwa atau perubahan kondisi sosial (fenomena jangka panjang) atau (proses jangka pendek) yang memusatkan perhatian pada gizi atau masalah yang berkaitan  dan menyajikan peluang atau hambatan untuk membangun komitmen, selain itu juga memperhatikan ideologi dan norma-norma institusional yang berhubungan dengan  sistem dan praktik kepercayaan yang mengakar di dalam sistem politik, lembaga pembuat kebijakan atau di masyarakat luas, persepsi negatif yang mengarah pada masalah kekurangan gizi dan atau yang dapat merusak respon kebijakan.

 

Pengetahuan, Bukti, dan Konsep

Indikator yang dapat dipercaya dan sistem data yaitu ketersediaan indikator yang kredibel dan sistem data berkualitas tinggi untuk memantau masalah gizi, menginformasikan rancangan kebijakan, melacak kemajuan dan memberdayakan sistem akuntabilitas. Perlu juga pembuktian dengan bukti yang kuat tentang penyebab, manifestasi dan konsekuensi dari kekurangan gizi dan kemanjuran dan efektivitas biaya intervensi yang tersedia, dikomunikasikan dan diterima dengan jelas. Penyelarasan kerangka internal dimana pemangku gizi disejajarkan dengan interpretasi dan narasi umum dari masalah gizi termasuk definisi, besarnya penyebab dan solusi untuk menyelesaikannya sedangkan peristiwa eksternal yaitu peran pemangku gizi menggambarkan secara publik yaitu membingkai masalah gizi dan solusi dengan cara memberikan pengaruh dan memotivasi kebijakan yang berkonsep

 

Kapasitas dan Sumber Daya

Kapasitas strategis dan sumber daya anggota pemangku gizi harus memiliki keterampilan 'soft-power' termasuk kapasitas untuk menghasilkan konsensus, menyelesaikan konflik, menanggapi peluang dan tantangan yang berulang, membangun aliansi strategis, melakukan komunikasi strategis dan tugas terkait. Kemudian Kapasitas organisasi dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis, sistem administrasi, dan sumber daya manusia yang diperlukan untuk menghasilkan komitmen, termasuk melalui manajemen kebijakan nutrisi yang efektif dan respons pemrograman. Didukung dengan Sumber daya keuangan yang menggambarkan komitmen anggaran gizi dan sistem pembiayaan memberi insentif pada koordinasi multisektor / multilevel, memastikan keberhasilan implementasi kebijakan dan menciptakan kepemilikan dan hak di antara elit politik, pembuat kebijakan, warga negara, dan pemangku kepentingan lainnya.

Terkait komitmen politik dalam penanggulangan masalah gizi dengan berbagai kebijakan dan diperlukan penetapan strategi serta target nasional maupun daerah sebagai lembaga koordinasi dan pengendalian program. Beberapa kebijakan pemerintah dalam penanggulangan masalah gizi di Indonesia termuat dalam beberapa peraturan atau regulasi yang telah dibentuk diantaranya:

Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi untuk mengatasi permasalahan gizi buruk di Indonesia. Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota juga memiliki tugas dan tanggungjawab dalam upaya perbaikan gizi. Melalui UU No.32 tahun 2004 maka dilaksanakannya era otonomi daerah, yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah yaitu Pada sektor kesehatan, peran pemerintah saat ini berubah menjadi fungsi pengaturan, pengawasan dan pembinaan pembangunan kesehatan. Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan akan lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya akan menangani aspek-aspek pembangunan kesehatan yang bernilai strategis atau menangani aspek-aspek pembangunan kesehatan untuk kepentingan beberapa daerah dan nasional.

Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani masalah gizi, pemerintah di tingkat nasional kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan serta regulasi yang diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan masalah gizi, termasuk diantaranya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025 melalui program pembangunan nasional yaitu Akses Universal Air Minum dan Sanitasi Tahun 2019 yaitu Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan professional dan penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin kemudian termuat dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 Rencana aksi pangan dan gizi disusun dalam program berorientasi aksi yang terstruktur dan terintegratif dalam 5 pilar rencana aksi yaitu perbaikan gizi masyarakat, peningkatan aksesibilitas pangan, peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Dengan kerangka pikir implementasi yang jelas semua kegiatan terkait pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota akan berkoordinasi agar terjadi sinergi upaya yang terfokus pada wilayah rawan dan kelompok rentan sehingga dapat memutus rantai masalah gizi dalam daur kehidupan (life cycle).

Pembangunan kesehatan dan gizi bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat pada seluruh baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Penguatan upaya kesehatan dasar (primary health care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal. Untuk keberhasilan yang paling utama dalam penanggulangan masalah gizi adalah peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan. Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi dengan fokus utama pada 1.000 hari pertama kehidupan, remaja calon pengantin dan ibu hamil. Peningkatan promosi perilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi, sanitasi, hygiene, dan pengasuhan. Peningkatan peran masyarakat dalam perbaikan gizi termasuk melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat dan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Posyandu dan Pos PAUD) Bagian Kesatu Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan. Ibu, bayi, dan anak dari pasal 126-135 menjelaskan bahwa kesehatan ibu, bayi dan anak merupakan prioritas pemerintah daerah dalam penanggulangan masalah kesehatan yang berdampak panjang salah satu mengatasi masalah stunting pada anak. Dijelaskan pada pasal 135 ayat 1 bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara sehat.

Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif. Pada pasal 4 dan 5 bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam program pemberian Asi Eksklusif pada bayi yang meliputi melaksanakan kebijakan nasional, melaksanakan advokasi dan sosialisasi, memberikan pelatihan teknis konseling, menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas, Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum, membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program, menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program, menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi. Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Bagian Kedua Sasaran  Pasal  4 Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi diprioritaskan untuk perbaikan gizi pada seribu hari pertama kehidupan yaitu sampai bayi berumur 2 tahunMenurut Prof, Hamam Hadi Konsultan Kesehatan Jawa Tengah menjelaskan komitmen politik tentang penanggulangan masalah gizi perlu ditingkatkan lagi beberapa poin yang harus diperhatikan untuk membangun komitmen politik terkait penanggulangan masalah gizi, “Memerlukan kerja lintas sektor dengan melakukan konvergensi program, Memerlukan partisipasi seluruh masyarakat, Memerlukan komitmen daerah dan Memerlukan leadership yang kuat dan kredibel.”

Selanjutnya sebagaimana, “Sebuah literature Baker et all, 2018 menjelaskan jaringan aktor gizi yang efektif, kepemimpinan yang kuat, mobilisasi masyarakat sipil, administrasi politik yang mendukung, berfokus, pembingkaian yang melekat dan sistem data dan bukti merupakan pendorong komitmen kemudian dijelaskan juga bahwa faktor penentu komitmen politik untuk gizi sangat saling tergantung, konteks dan dinamis, sehingga perlu membentuk sistem yang terorganisir sebagai landasan pendorong komitmen politik. Pemodelan dinamika sistem kualitatif dapat digunakan untuk menghasilkan fungsi yaitu 'Sistem Ekonomi Politik Pangan Dan Gizi'.”

Tidak ada komentar

Ruang Gizi - Gizisme. Diberdayakan oleh Blogger.